Domba garut

(Si Putih domba kesayangan babeh)

Domba khas Kabupaten Garut dikenal memiliki postur tubuh tegap dan tanduk kokoh. Pada bagian leher, bulu domba ini dibiarkan tumbuh panjang sehingga menyerupai surai singa ("nyinga"). Domba jantan biasanya dipersiapkan sebagai domba petarung dalam seni tradisional adu domba.
Seekor domba jantan dewasa berusia dua tahun bisa mencapai bobot 90 kilogram, panjang 81 centimeter, dan lingkar dada 107 cm. Sementara domba betina dewasa rata-rata berbobot 55 kg dengan panjang 60 cm dan lingkar dada 87 cm. Seekor induk domba tangkas dapat melahirkan dua kali dalam setahun dengan dua hingga empat anak setiap kelahiran.
Bila dicermati, tanduk domba garut berbentuk khas, berbeda dengan domba lain. Sedikitnya ada empat bentuk tanduk yang menjadi favorit para penghobi domba, yakni bentuk "gayor", "golong tambang", "leang", dan "ngabendo". Penamaan itu menunjukkan perbedaan bentuk dan arah tumbuh tanduk. Supaya hitam mengilap, peternak biasa mengoleskan minyak kemiri pada tanduk domba.
Keunikan bentuk tanduk domba garut tidak terlepas dari asal-usulnya. Domba garut masa kini berasal dari keturunan tiga jenis domba, yakni domba lokal Priangan, domba merino asal Spanyol, dan domba kaapstad asal Afrika.
Domba merino dan kaapstad masuk ke wilayah Priangan dibawa oleh pengusaha teh KF Holle, yang menernakkan domba itu pertama kali pada 1864. Tak berselang lama, domba impor itu pun menyebar di kalangan penghobi domba, antara lain Bupati Garut Suryakarta Legawa (1915-1929). Adapun domba lokal yang disilangkan dengan domba impor itu berasal dari Kampung Cibuluh, Desa Sukawargi, Kecamatan Cisurupan.
Saat ini terdapat sekitar 400.000 domba garut yang dibudidayakan di 18 kecamatan di Garut. Domba ini juga diternakkan para penghobi domba tangkas di wilayah Priangan, terutama Bandung dan Bogor. Selain untuk ketangkasan, domba garut juga dipelihara untuk diambil dagingnya. (NDW/LITBANG KOMPAS)

0 komentar:

Posting Komentar